Hope is a privilege.
Many years ago, I went from one art event to another art event to sell my EPs, so that I can gather enough money to pay the costly application fees to various universities in various countries I was desperately applying. Hidup memang begitu. Kita tak akan dapat semua kita mahu. Dapat biasiswa, tapi yuran permohonan sendiri bayar. Dah kira bagus. Saya tak ada cerita dramatik untuk dicanang. Hidup saya biasa; tak susah sangat, tak senang sangat. Lepas pascasiswazah, jadi pensyarah. Lepas pensyarah, jadi karyawan sepenuh masa. Dapat buat apa saya cinta, tapi bukan semua orang terdekat saya suka. Sijil luar negara, kerja pejabat, dan pangkat tinggi, tetap menjadi kebanggaan majoriti. Ini tak secalit pun salah dan sama sekali saya fahami. So what if I survive working on my own, manage to pay my bills and raise my boy, travel a lil' bit here and there, share my writings and my songs with the world? So what if I'm happy instead of rich? To some of my loved ones, it is still nothing. Saya redha. See, that's the thing. The fact that we don't get everything, shows that we've got something. Hope, my friend, is a privilege. The ability to want something, is a privilege. The possibility of getting what we want, is a privilege. Masih beruntung kalaupun kita tak dapat apa yang kita hendak, sebab kita masih dalam situasi di mana kita boleh dan berani untuk berkehendakkan sesuatu. Dibandingkan dengan orang-orang di Syria, nak berharap hidup pun menggigil takut. The world is such a screwed up place; time and gratitude couldn't be more important today. Makanya kalau berkesempatan, kita buatlah apa yang kita cinta. Berjaya atau tak, keluarga/kawan suka atau tak, terpulanglah. Kita ada peluang. Kita pinjam peluang itu selama mana diizinkan Yang Maha Satu.